Asal Usul “Cicilan 0%” di Indonesia: Siapa yang Memulai?
Rabu, 11 Juni 2025 11:30

Suara Pembaca, Jakarta - Istilah cicilan 0 persen kini sudah menjadi pemandangan umum dalam iklan e-commerce, marketplace, hingga toko elektronik di pusat perbelanjaan. Namun, tidak banyak yang tahu bahwa konsep ini pernah menjadi gebrakan baru dalam dunia pemasaran ritel Indonesia, dan sempat diperdebatkan oleh otoritas keuangan serta pelaku industri.
Dari Luar Negeri ke Pasar Indonesia
Praktik cicilan tanpa bunga atau zero percent installment pertama kali populer di pasar konsumen Amerika Serikat dan Jepang, terutama dalam penjualan barang elektronik dan otomotif. Skema ini kemudian diadopsi oleh perusahaan kartu kredit global sebagai strategi untuk mendorong penggunaan kartu dan meningkatkan loyalitas nasabah.
Di Indonesia, konsep cicilan 0% mulai dikenal luas sekitar awal tahun 2000-an. Namun, siapa pelopor pertamanya?
Pelopor: Industri Kartu Kredit dan Toko Elektronik
Berdasarkan penelusuran berbagai arsip ritel dan perbankan, Bank Danamon disebut-sebut sebagai salah satu pelopor program cicilan 0% di Indonesia melalui kerja sama dengan gerai elektronik Electronic Solution pada tahun 2003. Skema ini memungkinkan konsumen membeli produk elektronik dengan mencicil selama 6–12 bulan tanpa dikenakan bunga, selama transaksi menggunakan kartu kredit tertentu.
Langkah ini dengan cepat diikuti oleh bank-bank lain seperti BCA, Citibank, dan Mandiri, yang menggandeng berbagai merchant ritel dan department store untuk menawarkan skema serupa.
Awalnya program ini terbatas pada kategori produk tertentu seperti elektronik dan furnitur. Namun seiring waktu, penggunaannya meluas ke gadget, perhiasan, bahkan produk fashion.
Antara Promosi dan Strategi Psikologis
Meskipun disebut “0%”, skema ini umumnya tetap melibatkan komponen biaya terselubung seperti merchant discount rate (MDR) atau markup harga awal. Namun, dari sudut pandang pemasaran, istilah “tanpa bunga” tetap menjadi daya tarik utama bagi konsumen.
Skema ini juga dinilai efektif karena mempengaruhi keputusan pembelian. Dengan menonjolkan angka nol persen, konsumen lebih terdorong melakukan pembelian karena merasa tidak terbebani bunga.
Masuknya Fintech dan Marketplace
Gelombang kedua dari promosi cicilan 0% terjadi pada era 2016–2020 seiring meledaknya popularitas e-commerce seperti Tokopedia, Bukalapak, Shopee, dan Blibli. Mereka bekerja sama dengan bank penerbit kartu kredit dan kemudian diperluas dengan PayLater, yang juga mengusung “cicilan 0%” dalam periode promosi tertentu.
Meskipun tampak serupa, cicilan 0% melalui PayLater memiliki skema teknis yang berbeda. Skema ini bukan berbasis kartu kredit, melainkan pinjaman konsumtif digital yang diatur dalam tenor dan syarat yang lebih fleksibel.
Apakah Benar-Benar 0%?
Bank Indonesia dan OJK pernah menyoroti praktik ini karena berpotensi menyesatkan konsumen. Dalam beberapa kasus, konsumen tidak menyadari bahwa “cicilan 0%” hanya berlaku untuk tenor tertentu, produk tertentu, atau transaksi dengan nilai minimum tertentu.
Meski demikian, penggunaan istilah tersebut tetap meluas karena secara psikologis memberi kesan ringan di mata konsumen. Banyak pelaku usaha menggunakan istilah ini untuk mendongkrak volume transaksi tanpa harus memberi potongan harga langsung.
Dari strategi kartu kredit, berkembang ke e-commerce, lalu merambah layanan buy now pay later, “cicilan 0%” telah melalui perjalanan panjang sebagai alat pemasaran. Dan meskipun namanya terdengar seperti keuntungan sepihak bagi konsumen, sejatinya itu adalah bentuk kerja sama yang kompleks antara bank, merchant, dan pemasar. Siapa yang memulainya? Jawabannya mungkin bukan satu pihak, melainkan sebuah ekosistem yang mulai terbentuk sejak awal 2000-an.