Dibalik Ketegangan Iran-Israel, Apakah Emas Masih Layak Investasi
Selasa, 24 Juni 2025 17:41

Suara Pembaca, Jakarta - Kekhawatiran pasar akan kondisi fiskal Amerika Serikat serta volatilitas pasar diperkirakan akan menjadi sentimen utama yang mengerek naik harga emas ke level US$4.000 per troy ounce dalam 12 bulan ke depan.
Berdasarkan catatan riset yang dikutip dari Fortune, analis Bank of America atau BofA mengatakan bahwa meski konflik antara Israel dan Iran berpotensi memanas, gejolak geopolitik bukanlah pendorong utama harga emas secara berkelanjutan. “Perjalanan negosiasi anggaran AS akan menjadi penentu utama. Jika defisit fiskal tidak menurun, dampaknya bersama volatilitas pasar dapat menarik lebih banyak minat terhadap emas,” tulis analis BofA.
Sementara itu, harga emas dunia kembali dibanting terkena aksi jual masif pada Senin (23/6/2025). Bahkan, emas sempat turun ke kisaran US$ 3.360 per troy ons pada awal perdagangan sesi Eropa, setelah membuka hari di area US$ 3.400.
Tekanan jual yang konsisten mencerminkan sikap pasar yang masih berhati-hati terhadap dua sentimen utama, yaitu ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan arah kebijakan moneter The Fed.
Harga emas diperkirakan masih bisa melejit pada semester 2 ini. Hal itu dipengaruhi melemahnya dolar Amerika Serikat (AS) hingga memanasnya perang di sejumlah negara.
Prediksi harga emas pada tahun 2025 terbagi menjadi dua kubu utama yakni mereka yang percaya bahwa suku bunga hanya akan turun perlahan dan harga tinggi akan menjaga permintaan seminimal mungkin, dan mereka yang percaya pemotongan suku bunga akan membantu memacu emas ke level tertinggi baru.
Apakah Masih Layak Dibeli?
Tidak ada salahnya jika Anda masih ingin berinvestasi di emas. Anda bisa membeli dengan cara Dollar Cost Averaging (DCA), alias dengan cara dicicil. Dengan cara seperti ini, Anda akan mendapatkan harga rata-rata.
Namun, jangan hanya fokus ke satu instrumen yaitu emas. Anda bisa melakukan diversifikasi ke instrumen investasi lain yang minim risiko. Misalnya Reksa Dana Pasar Uang dan SBN Ritel. Sebagaimana prinsip investasi, yaitu jangan meletakkan telur di keranjang yang sama.